Gosip, Endorse, dan Lupa Bahwa Kita Lagi Krisis Akhlak

    Gosip, Endorse, dan Lupa Bahwa Kita Lagi Krisis Akhlak

    Coba deh kita pikir bareng-bareng. Pernah gak sih ngerasa heran kenapa timeline media sosial kita, TV, bahkan obrolan warung kopi tuh isinya lebih sering tentang perselingkuhan artis, pelakor, atau orang-orang yang viral gara-gara aibnya sendiri? Kayak, serius, kita ini lebih kenal sama nama-nama yang terlibat skandal daripada tokoh yang berprestasi di bidang pendidikan, teknologi, atau bahkan sosial.

    Dan lucunya lagi atau mirisnya ya orang-orang yang dulunya viral karena hal negatif malah bisa jadi artis dadakan. Tiba-tiba muncul di TV, dapet tawaran endorse, dan makin sering nongol di media. Bahkan, gak jarang mereka malah dapet panggung lebih besar daripada orang-orang yang kerja keras buat bikin perubahan.

    Nah, ini nih yang bikin saya mikir. Kenapa hal kayak gini bisa kejadian? Jawabannya bisa jadi sederhana tapi dalem - karena banyak yang suka. Karena penontonnya ada. Karena ratingnya tinggi. Media nangkep itu sebagai "cuan" dan yaudah, mereka kasih panggung. Tapi di sisi lain, ini nunjukin ada yang salah sama cara kita memaknai hiburan dan pendidikan dari kecil.

    Mungkin ini salah satu efek dari pengelolaan pendidikan kita yang dari dulu masih belum maksimal. Dari SD aja kita udah diajarin buat ngejar nilai, bukan ngejar makna. Bukan diajarin gimana caranya berpikir kritis, punya empati, atau menghargai proses. Jadinya ya gitu, kita tumbuh jadi masyarakat yang gampang penasaran sama urusan pribadi orang lain, tapi gak terlalu tertarik buat ngulik prestasi atau inspirasi.

    Lihat aja media kita sekarang, banyak banget ruang yang disediain buat pembicaraan soal zina, sex bebas, dan skandal. Dan anehnya, itu semua dikemas kayak hiburan. Padahal itu isu serius. Bahkan data dari Kemenkes tahun 2024 nunjukin, ada lebih dari 500 ribu orang hidup dengan HIV di Indonesia. Itu bukan angka kecil, bro. Dan ini gak bisa kita pisahin dari gaya hidup bebas yang kadang “dinormalisasi” lewat media.

    Belum lagi data dari Komnas Perlindungan Anak tahun 2020 yang bilang 93, 8?ri 4.700 siswi SMP/SMA di Depok pernah berhubungan seksual. Ini bukan mau menghakimi, tapi realita ini nunjukin kita gak bisa terus-terusan cuek. Ada yang salah sama sistem. Ada yang harus kita benahi.

    Kita mesti sadar. Saat kita terus-terusan kasih ruang buat hal-hal yang justru merusak, kita lagi “ngasih panggung” buat kehancuran pelan-pelan. Lama-lama kita kebal, gak kaget lagi, malah nganggep itu semua hal biasa. Padahal jelas-jelas itu bahaya.

    Yuk, mulai mikir ulang. Jangan-jangan selama ini kita yang secara gak sadar bikin kondisi ini makin parah. Jangan-jangan, kita yang jadi bagian dari masalahnya. Dan kalau iya, berarti kita juga punya tanggung jawab buat jadi bagian dari solusinya.

    Gak perlu langsung besar, bisa mulai dari hal kecil, mulai peduli, selektif sama tontonan, lebih banyak angkat orang-orang baik dan berprestasi, dan yang paling penting: ajak anak-anak kita, adik-adik kita, atau siapa pun di sekitar kita buat mikir lebih kritis dan punya akhlak yang kuat.

    Karena kalau bukan kita yang mulai, siapa lagi?

    hidayat kampai
    Dr. Hidayatullah

    Dr. Hidayatullah

    Artikel Sebelumnya

    Fungsi dan Wewenang DPR RI

    Artikel Berikutnya

    Kepala Zona Bakamla Barat Terima Kunjungan...

    Berita terkait